Lembar sejarah telah lama
mencatat, hampir pada tiap generasi didapati orang-orang yang mengaku sebagai
nabi. Kejadian tersebut tidak terjadi pada masa ini saja, bahkan di saat Nabi
Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam masih hidup pun muncul seorang yang
mengaku sebagai Nabi yang bernama Musailamah yang dijuluki Al-Kadzdzab (si
pendusta) dari negeri Yamamah. Nabi palsu ini pun sempat menyusun ‘wahyu’
tandingan yang diakuinya sebagai wahyu dari Allah untuk menandingi Al-Qur’an
yang dibawa oleh Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Orang yang
mengaku sebagai nabi telah bermunculan dan terus akan muncul sebagaimana telah
dikabarkan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam:
“Tidaklah hari kiamat ditegakkan, hingga keluar sekitar 30 para dajjal pendusta. Masing-masing mereka mengaku dirinya sebagai Rasul.” (HR Al-Bukhari no. 3340, Muslim no. 5205 dari sahabat Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu).
Sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam di atas telah terbukti sejak beliau masih hidup sampai masa kini. Di antara mereka adalah sosok yang bernama Mirza Ghulam Ahmad dengan sektenya yang diberi nama Jema’at Ahmadiyah.
Mereka mengatasnamakan Islam. Namun kenyataan yang ada begitu gencar serangan mereka terhadap agama Islam, baik di negeri kita maupun di negeri lainnya. Berbagai paham ‘nyeleneh’ dihembuskan kelompok ini di tengah kaum muslimin. Tak heran jika akhirnya kelompok ini difatwa kafir oleh para ulama dan dicap sebagai agama baru di luar Islam.
“Tidaklah hari kiamat ditegakkan, hingga keluar sekitar 30 para dajjal pendusta. Masing-masing mereka mengaku dirinya sebagai Rasul.” (HR Al-Bukhari no. 3340, Muslim no. 5205 dari sahabat Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu).
Sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam di atas telah terbukti sejak beliau masih hidup sampai masa kini. Di antara mereka adalah sosok yang bernama Mirza Ghulam Ahmad dengan sektenya yang diberi nama Jema’at Ahmadiyah.
Mereka mengatasnamakan Islam. Namun kenyataan yang ada begitu gencar serangan mereka terhadap agama Islam, baik di negeri kita maupun di negeri lainnya. Berbagai paham ‘nyeleneh’ dihembuskan kelompok ini di tengah kaum muslimin. Tak heran jika akhirnya kelompok ini difatwa kafir oleh para ulama dan dicap sebagai agama baru di luar Islam.
MENGENAL PENDIRI AGAMA AHMADIYAH
Agama ini didirikan oleh seorang yang bernama Mirza Ghulam Ahmad. Dia dilahirkan pada hari jum’at 13 Februari 1835 M/14 Syawwal 1250 H di desa Qodian, India. Kemudian mendirikan Ahmadiyah di Qodian pada tahun 1889 sejak mengaku telah berjumpa dengan Allah dan mendapatkan ‘wahyu’ palsu yang berbunyi: يَا أَحْمَدُ بَارَكَ الله فِيْكَ
“Wahai Ahmad!Allah telah memberi berkah kepadamu.” (Kitab ‘suci’ Ahmadiyah;
Agama ini didirikan oleh seorang yang bernama Mirza Ghulam Ahmad. Dia dilahirkan pada hari jum’at 13 Februari 1835 M/14 Syawwal 1250 H di desa Qodian, India. Kemudian mendirikan Ahmadiyah di Qodian pada tahun 1889 sejak mengaku telah berjumpa dengan Allah dan mendapatkan ‘wahyu’ palsu yang berbunyi: يَا أَحْمَدُ بَارَكَ الله فِيْكَ
“Wahai Ahmad!Allah telah memberi berkah kepadamu.” (Kitab ‘suci’ Ahmadiyah;
Tadzkiroh, 1907:43-70)
Kemudian setelah itu ia giat mengarang ayat-ayat palsu yang sebagian besarnya meniru ayat-ayat yang ada dalam kitab suci Al-Qur’an milik umat Islam. Ketika mengaku sebagai nabi, Allah ‘azza wa jalla timpakan bala’ kepadanya berupa berbagai penyakit menakutkan, seperti penyakit beser (terus-menerus kencing), lemah badan, Kolera yang menyebabkan orang ini mati, dan berbagai penyakit lainnya. Bahkan saking parahnya penyakit tersebut, dalam semalam ia bisa kencing sebanyak seratus kali. (Lihat Firoqun Mu’ashiroh, 2/494)
Berbagai penyakit tersebut menyebabkan ingatannya terganggu sampai pada tingkatan yang sangat parah. Bahkan menurut pengakuannya sendiri, berkali-kali ia berjumpa dengan seseorang namun ia selalu lupa dengan orang tersebut. (Lihat Al-Maktubat Al-Ahmadiyyah, 2/7)
Kemudian setelah itu ia giat mengarang ayat-ayat palsu yang sebagian besarnya meniru ayat-ayat yang ada dalam kitab suci Al-Qur’an milik umat Islam. Ketika mengaku sebagai nabi, Allah ‘azza wa jalla timpakan bala’ kepadanya berupa berbagai penyakit menakutkan, seperti penyakit beser (terus-menerus kencing), lemah badan, Kolera yang menyebabkan orang ini mati, dan berbagai penyakit lainnya. Bahkan saking parahnya penyakit tersebut, dalam semalam ia bisa kencing sebanyak seratus kali. (Lihat Firoqun Mu’ashiroh, 2/494)
Berbagai penyakit tersebut menyebabkan ingatannya terganggu sampai pada tingkatan yang sangat parah. Bahkan menurut pengakuannya sendiri, berkali-kali ia berjumpa dengan seseorang namun ia selalu lupa dengan orang tersebut. (Lihat Al-Maktubat Al-Ahmadiyyah, 2/7)
Sebelum meninggal, penyakit kolera
yang menjangkitinya menyebabkan mulutnya sering mengeluarkan benda-benda najis.
Hingga pada akhirnya ia meninggal dunia pada tanggal 26 Mei 1908 di Lahore
dalam keadaan terkapar di kamar mandi (WC) saat sedang buang hajat. Kemudian
jenazahnya dikuburkan di Qodian, India. (Lihat Al-Qodiyaniyah 158, Khoshoishul
Mushthofa 255)
Semasa hidupnya ia dikenal seorang yang memiliki akhlak jelek. Lisannya dikotori dengan perkataan yang tidak sepantasnya dilontarkan oleh seorang yang mengaku nabi, terkhusus terhadap orang-orang yang terang-terangan menyelisihi pendapatnya. Hal ini dibuktikan dengan pernyataannya terhadap para ulama yang selalu membimbing manusia di atas jalan yang lurus: “Tidak didapati di dunia ini sesuatu yang lebih najis dari babi. Tetapi para ulama yang menyelisihi pendapatku, mereka lebih najis dari babi-babi. Wahai para ulama, para pemakan bangkai yang memiliki roh yang najis!!” (Lihat Anjamu Atsim Lil Ghulam 21, Firoqun Mu’ashiroh 2/495)
WAHYU BARU VERSI AHMADIYAH
Para ulama sepakat -dari dulu hingga sekarang- bahwa siapa saja yang menambah-nambah atau mengurangi ayat dalam Al-Qur’an maka ia telah kafir keluar dari Islam. Karena Islam merupakan agama yang telah disempurnakan oleh Allah dengan berakhirnya kenabian hingga Nabi Muhammad. Allah ‘azza wa jalla berfirman (artinya):
“Pada hari ini telah Kusempurnakan bagi kalian agama kalian dan telah Kucukupkan bagi kalian nikmat-Ku dan telah Kuridhoi Islam itu sebagai Agama kalian.” (QS. Al-Maidah: 3)
Akan tetapi bagi kalangan Ahmadiyah, tidak cukup hanya menambah atau menguranginya saja, bahkan mereka memiliki kitab ‘suci’ sendiri yang mereka namakan dengan Tadzkiroh. Lengkapnya adalah Tadzkiroh Ya’ni Wahyun Muqoddasun Ru’ya Wa Kusyufa Hadhratu Masihu Mau’udu ‘Alaihissholatu Was Salam (Tadzkiroh, yaitu wahyu yang suci, mimpi dan kasyaf Hadhrat Mas Udinih yang di janjikan, sholawat dan salam atasnya)
Contoh ayat-ayat palsu yang ada dalam Tadzkiroh, kitab ‘suci’ versi mereka di antaranya adalah:
1. Dalam Tadzkiroh ayat 637, berbunyi:
إِنَّا أَنْزَلْنَاهُ قَريْباَ مِنَ الْقَادِيَانِ وَبِالْحَقِّ أَنْزَلْنَاهُ وَبِالْحَقِّ نَزَلَ
“Sesungguhnya Kami telah menurunkannya dekat dengan Qodian (India). Dengan kebenaran Kami menurunkannya dan dengan kebenaran Kami turunkan.”
2. Dalam Tadzkiroh hal. 436:
أَنْتَ مِنِّيْ بِمَنْزَلَةِ أَوْلاَدِيْ – أَنْتَ مِنِّيْ وَأَنَا مِنْكَ – عَسَى أَنْ يَبْعَثَكَ مَقَاماً مَحْمُوْدًا
“Engkau (Mirza Ghulam Ahmad) di sisi-Ku seperti kedudukan anak-anak-Ku. Engkau dari Aku dan Aku dari engkau. Mudah-mudahanAllah membangkitkan engkau pada tempat yang terpuji.” Dan berbagai ayat palsu lainnya dalam kitab Tadzkiroh yang ia karang menurut selera hawa nafsunya. Para pembaca, lihatlah! Ini merupakan kekufuran yang nyata. Jelas-jelas mereka berupaya keras membuat kitab suci tandingan yang berbeda dengan kitab suci umat Islam. Apakah masih kita menduga bahwa ini hanyalah perbedaan penafsiran semata atau ini hanya permasalahan khilafiyahyang tak perlu dipermasalahkan?! Hanya kepada Allah ‘azza wa jalla kita mengadu.
Semasa hidupnya ia dikenal seorang yang memiliki akhlak jelek. Lisannya dikotori dengan perkataan yang tidak sepantasnya dilontarkan oleh seorang yang mengaku nabi, terkhusus terhadap orang-orang yang terang-terangan menyelisihi pendapatnya. Hal ini dibuktikan dengan pernyataannya terhadap para ulama yang selalu membimbing manusia di atas jalan yang lurus: “Tidak didapati di dunia ini sesuatu yang lebih najis dari babi. Tetapi para ulama yang menyelisihi pendapatku, mereka lebih najis dari babi-babi. Wahai para ulama, para pemakan bangkai yang memiliki roh yang najis!!” (Lihat Anjamu Atsim Lil Ghulam 21, Firoqun Mu’ashiroh 2/495)
WAHYU BARU VERSI AHMADIYAH
Para ulama sepakat -dari dulu hingga sekarang- bahwa siapa saja yang menambah-nambah atau mengurangi ayat dalam Al-Qur’an maka ia telah kafir keluar dari Islam. Karena Islam merupakan agama yang telah disempurnakan oleh Allah dengan berakhirnya kenabian hingga Nabi Muhammad. Allah ‘azza wa jalla berfirman (artinya):
“Pada hari ini telah Kusempurnakan bagi kalian agama kalian dan telah Kucukupkan bagi kalian nikmat-Ku dan telah Kuridhoi Islam itu sebagai Agama kalian.” (QS. Al-Maidah: 3)
Akan tetapi bagi kalangan Ahmadiyah, tidak cukup hanya menambah atau menguranginya saja, bahkan mereka memiliki kitab ‘suci’ sendiri yang mereka namakan dengan Tadzkiroh. Lengkapnya adalah Tadzkiroh Ya’ni Wahyun Muqoddasun Ru’ya Wa Kusyufa Hadhratu Masihu Mau’udu ‘Alaihissholatu Was Salam (Tadzkiroh, yaitu wahyu yang suci, mimpi dan kasyaf Hadhrat Mas Udinih yang di janjikan, sholawat dan salam atasnya)
Contoh ayat-ayat palsu yang ada dalam Tadzkiroh, kitab ‘suci’ versi mereka di antaranya adalah:
1. Dalam Tadzkiroh ayat 637, berbunyi:
إِنَّا أَنْزَلْنَاهُ قَريْباَ مِنَ الْقَادِيَانِ وَبِالْحَقِّ أَنْزَلْنَاهُ وَبِالْحَقِّ نَزَلَ
“Sesungguhnya Kami telah menurunkannya dekat dengan Qodian (India). Dengan kebenaran Kami menurunkannya dan dengan kebenaran Kami turunkan.”
2. Dalam Tadzkiroh hal. 436:
أَنْتَ مِنِّيْ بِمَنْزَلَةِ أَوْلاَدِيْ – أَنْتَ مِنِّيْ وَأَنَا مِنْكَ – عَسَى أَنْ يَبْعَثَكَ مَقَاماً مَحْمُوْدًا
“Engkau (Mirza Ghulam Ahmad) di sisi-Ku seperti kedudukan anak-anak-Ku. Engkau dari Aku dan Aku dari engkau. Mudah-mudahanAllah membangkitkan engkau pada tempat yang terpuji.” Dan berbagai ayat palsu lainnya dalam kitab Tadzkiroh yang ia karang menurut selera hawa nafsunya. Para pembaca, lihatlah! Ini merupakan kekufuran yang nyata. Jelas-jelas mereka berupaya keras membuat kitab suci tandingan yang berbeda dengan kitab suci umat Islam. Apakah masih kita menduga bahwa ini hanyalah perbedaan penafsiran semata atau ini hanya permasalahan khilafiyahyang tak perlu dipermasalahkan?! Hanya kepada Allah ‘azza wa jalla kita mengadu.
Sungguh, Rasulullah telah
menyampaikan seluruh risalah yang diwahyukan kepadanya dan membimbing manusia
dengan wahyu ilahi. Wahyu tersebut telah berakhir dan sempurna dengan wafatnya
Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Tidak ada sedikit pun problema
umat, kecuali telah diterangkan oleh beliau. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda (artinya): “Sungguh kalian Aku tinggalkan dalam keadaan terang
benderang (jelas), malamnya bagaikan siang hari. Tidak ada seorang pun yang
menyelisihinya kecuali pasti ia akan binasa.” (HR. Ahmad no. 16519. Disahihkan
oleh Al-Imam Al-Albani dalam Ash-Shahihah no. 937)
KENABIAN VERSI AHMADIYAH
Menurut Ahmadiyah, kenabian tetap berlangsung terus-menerus dan wahyu tetap turun hingga hari kiamat. Mereka menganggap bahwa Allah terus mengutus nabi setelah diutusnya Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Bahkan lebih dari itu, mereka menganggap bahwa Mirza Ghulam Ahmad lebih utama dan lebih mulia dari seluruh Nabi ‘alaihimus salam. Hal ini sebagaimana diucapkan oleh khalifah ke-2 yang bernama Mirza Basyiruddin Mahmud. (Lihat Shohifatul Fadhl 14/291, Firoqun Mu’ashiroh 2/536)
Pembaca yang mulia, ketahuilah bahwa tidak ada satu pun ulama yang berakidah seperti akidah Ahmadiyah di atas. Karena Allah ‘azza wa jalla telah berfirman (artinya):
“Muhammad itu sekali-kali bukanlah bapak dari seorang laki-laki di antara kalian, tetapi ia adalah Rasulullah dan penutup para Nabi.” (QS. Al-Ahzab: 40)
Para ulama ahli tafsir bersepakat, bahwa kalimat: “Khotamun Nabiyyiin” pada ayat di atas maknanya adalah PENUTUP PARA NABI, sebagaimana yang dinyatakan oleh Al-Imam Al-Baghawi, Ath-Thabari, Asy-Syaukani, As-Sa’di dan ahli tafsir lainnya. Berkata Al-Imam Ibnu Katsir dalam tafsirnya: “Sungguh Allah telah mengabarkan dalam Al-Qur’an dan juga Rasulullah dalam hadits-haditsnya dengan gamblang bahwa tidak akan ada Nabi lagi yang di utus oleh Allah ‘azza wa jalla setelah Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Sungguh kalian telah mengetahui pula bahwa setiap orang yang mengaku berkedudukan seperti Nabi, maka dia adalah pendusta, dajjal, sesat dan menyesatkan.” (Tafsir Ibni Katsir, 3/599)
Oleh karena itu para ulama telah sepakat, bahwa siapapun yang mengaku sebagai nabi setelah Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam maka ia telah KAFIR.
Menurut Ahmadiyah, kenabian tetap berlangsung terus-menerus dan wahyu tetap turun hingga hari kiamat. Mereka menganggap bahwa Allah terus mengutus nabi setelah diutusnya Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Bahkan lebih dari itu, mereka menganggap bahwa Mirza Ghulam Ahmad lebih utama dan lebih mulia dari seluruh Nabi ‘alaihimus salam. Hal ini sebagaimana diucapkan oleh khalifah ke-2 yang bernama Mirza Basyiruddin Mahmud. (Lihat Shohifatul Fadhl 14/291, Firoqun Mu’ashiroh 2/536)
Pembaca yang mulia, ketahuilah bahwa tidak ada satu pun ulama yang berakidah seperti akidah Ahmadiyah di atas. Karena Allah ‘azza wa jalla telah berfirman (artinya):
“Muhammad itu sekali-kali bukanlah bapak dari seorang laki-laki di antara kalian, tetapi ia adalah Rasulullah dan penutup para Nabi.” (QS. Al-Ahzab: 40)
Para ulama ahli tafsir bersepakat, bahwa kalimat: “Khotamun Nabiyyiin” pada ayat di atas maknanya adalah PENUTUP PARA NABI, sebagaimana yang dinyatakan oleh Al-Imam Al-Baghawi, Ath-Thabari, Asy-Syaukani, As-Sa’di dan ahli tafsir lainnya. Berkata Al-Imam Ibnu Katsir dalam tafsirnya: “Sungguh Allah telah mengabarkan dalam Al-Qur’an dan juga Rasulullah dalam hadits-haditsnya dengan gamblang bahwa tidak akan ada Nabi lagi yang di utus oleh Allah ‘azza wa jalla setelah Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Sungguh kalian telah mengetahui pula bahwa setiap orang yang mengaku berkedudukan seperti Nabi, maka dia adalah pendusta, dajjal, sesat dan menyesatkan.” (Tafsir Ibni Katsir, 3/599)
Oleh karena itu para ulama telah sepakat, bahwa siapapun yang mengaku sebagai nabi setelah Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam maka ia telah KAFIR.
TEMPAT SUCI AGAMA AHMADIYAH
Selain Makkah dan Madinah, ternyata kaum Ahmadiyah memiliki tempat suci lainnya yang berbeda dengan kaum muslimin, yaitu Qodian yang terletak di India. Mereka meyakini bahwa yang dimaksud dengan Masjid Al-Aqsha yang merupakan salah satu tempat suci umat Islam adalah Masjid Qodian, India.
Selain itu, mereka mengerjakan haji Akbar bukan ke negeri Makkah, namun mereka melakukannya di Qodian, India. Oleh karena itulah, Mirza Ghulam Ahmad tidak pernah naik haji ke Makkah. Disebutkan dalam Shohifatul Fadhl Al-Qodiyaniyah:
“Berhaji ke Makkah tanpa melakukannya ke Qodian (India) adalah haji yang hampa, karena berhaji ke Makkah saat ini tidaklah mengantarkan kepada risalah haji tersebut dan tidak memenuhi tujuan haji.” (Al-Qodiyani Wal Qodiyaniyah. Lihat Firoqun Mu’ashiroh, 2/547)
Dan masih ada segudang keyakinan dan pendapat kufur lainnya yang tidak cukup untuk kami sebutkan pada tulisan singkat ini. Karena itu, kami menghimbau kaum muslimin dengan beberapa hal penting, antara lain:
1. Mengajak kaum Ahmadiyah untuk segera bertaubat kepada Allah ‘azza wa jalla dan kembali kepada akidah dan manhaj salafush shalih.
2. Mengajak seluruh kaum muslimin untuk mewaspadai gerakan Ahmadiyah serta gagasan-gagasannya. Salah satu usaha terpenting adalah dengan membentengi diri, keluarga, putra-putri, dan pendidikan mereka dengan akidah Islam yang murni, yakni akidah yang bersumber dari Al-Qur’an dan Sunnah (ajaran) Nabi sesuai dengan apa yang telah dipahami dan diyakini oleh generasi terbaik umat ini, yaitu para shahabat Nabi, tabi’in dan tabi’ut tabi’in.
3. Menghimbau kaum muslimin untuk menyikapi kaum Ahmadiyah dengan cara yang benar sesuai koridor tuntunan Al-Qur’an dan petunjuk Nabi serta para shahabatnya. Bukan dengan cara-cara anarkis. Hendaklah selalu berkoordinasi dengan pemerintah dan tidak bertindak sendiri-sendiri, karena akibatnya hanya akan merugikan Islam dan kaum muslimin.
4. Selalu berdo’a kepada Allah agar pemerintah Indonesia diberi taufik dan hidayah, serta kekuatan untuk berani melarang dan memberantas gerakan Ahmadiyyah dan seluruh gerakan serta aliran yang menyimpang dari Al-Qur`an dan As-Sunnah hingga ke akar-akarnya. Juga agar bisa melaksanakan Syari’at Islam sesuai dengan bimbingan Al-Qur`an dan Sunnah (ajaran) Rasulullah, serta Khulafa`ur Rasyidin. Amin.
Semoga Allah ‘azza wa jalla menyelamatkan diri kita, keluarga, dan seluruh ummat islam dari bahaya gerakan Ahmadiyah, Amin.
(sumber tulisan Buletin Islam Al-ILMU Edisi: 15 / IV / IX / 1432 )
Selain Makkah dan Madinah, ternyata kaum Ahmadiyah memiliki tempat suci lainnya yang berbeda dengan kaum muslimin, yaitu Qodian yang terletak di India. Mereka meyakini bahwa yang dimaksud dengan Masjid Al-Aqsha yang merupakan salah satu tempat suci umat Islam adalah Masjid Qodian, India.
Selain itu, mereka mengerjakan haji Akbar bukan ke negeri Makkah, namun mereka melakukannya di Qodian, India. Oleh karena itulah, Mirza Ghulam Ahmad tidak pernah naik haji ke Makkah. Disebutkan dalam Shohifatul Fadhl Al-Qodiyaniyah:
“Berhaji ke Makkah tanpa melakukannya ke Qodian (India) adalah haji yang hampa, karena berhaji ke Makkah saat ini tidaklah mengantarkan kepada risalah haji tersebut dan tidak memenuhi tujuan haji.” (Al-Qodiyani Wal Qodiyaniyah. Lihat Firoqun Mu’ashiroh, 2/547)
Dan masih ada segudang keyakinan dan pendapat kufur lainnya yang tidak cukup untuk kami sebutkan pada tulisan singkat ini. Karena itu, kami menghimbau kaum muslimin dengan beberapa hal penting, antara lain:
1. Mengajak kaum Ahmadiyah untuk segera bertaubat kepada Allah ‘azza wa jalla dan kembali kepada akidah dan manhaj salafush shalih.
2. Mengajak seluruh kaum muslimin untuk mewaspadai gerakan Ahmadiyah serta gagasan-gagasannya. Salah satu usaha terpenting adalah dengan membentengi diri, keluarga, putra-putri, dan pendidikan mereka dengan akidah Islam yang murni, yakni akidah yang bersumber dari Al-Qur’an dan Sunnah (ajaran) Nabi sesuai dengan apa yang telah dipahami dan diyakini oleh generasi terbaik umat ini, yaitu para shahabat Nabi, tabi’in dan tabi’ut tabi’in.
3. Menghimbau kaum muslimin untuk menyikapi kaum Ahmadiyah dengan cara yang benar sesuai koridor tuntunan Al-Qur’an dan petunjuk Nabi serta para shahabatnya. Bukan dengan cara-cara anarkis. Hendaklah selalu berkoordinasi dengan pemerintah dan tidak bertindak sendiri-sendiri, karena akibatnya hanya akan merugikan Islam dan kaum muslimin.
4. Selalu berdo’a kepada Allah agar pemerintah Indonesia diberi taufik dan hidayah, serta kekuatan untuk berani melarang dan memberantas gerakan Ahmadiyyah dan seluruh gerakan serta aliran yang menyimpang dari Al-Qur`an dan As-Sunnah hingga ke akar-akarnya. Juga agar bisa melaksanakan Syari’at Islam sesuai dengan bimbingan Al-Qur`an dan Sunnah (ajaran) Rasulullah, serta Khulafa`ur Rasyidin. Amin.
Semoga Allah ‘azza wa jalla menyelamatkan diri kita, keluarga, dan seluruh ummat islam dari bahaya gerakan Ahmadiyah, Amin.
(sumber tulisan Buletin Islam Al-ILMU Edisi: 15 / IV / IX / 1432 )
Tidak ada komentar:
Posting Komentar